Review Multiplying Methods: From Pluralism to Combination

Buku The Practice of Cultural Studies karya Dr. Richard Johnson, Prof. Deborah Chambers, Dr. Parvati Raghuram, dan Estella Tincknell (2004), pada halaman 26-42 membahas metode dalam kajian budaya. Bab 2 dari buku The Practice of Cultural Studies yang berjudul Multiplying Methods: From Pluralism to Combinationmengeksplorasi beragam pendekatan metodologi dalam kajian budaya. Bab ini berupaya memahami mengapa terdapat begitu banyak metode dalam studi budaya serta bagaimana berbagai metode ini dapat dikombinasikan untuk memperkaya pemahaman terhadap budaya sebagai fenomena yang kompleks.

Metodologi Pluralisme atau Metode Tunggal?

Salah satu poin utama yang dibahas dalam bab ini adalah keberagaman metodologi dalam kajian budaya. Para penulis mengutip beberapa akademisi seperti Douglas Kellner yang menyatakan bahwa kajian budaya harus bersifat “multi-perspektival,” mencakup ekonomi politik, analisis teks, serta resepsi audiens. Pendekatan lain yang disoroti adalah “bricolage,” yang dijelaskan oleh Pertti Alasuutari sebagai strategi eklektik dalam memilih dan menerapkan metode yang paling sesuai untuk memahami aspek budaya tertentu.

Meskipun kebanyakan akademisi mendukung pluralisme metodologis, ada beberapa yang berpendapat bahwa kajian budaya harus memiliki metode yang lebih spesifik dan konsisten. Nick Couldry, misalnya, mengkritik pandangan Lawrence Grossberg yang menyatakan bahwa kajian budaya harus bersifat kontekstual dan terus berkembang. Couldry berargumen bahwa kajian budaya sebaiknya memiliki identitas metodologis yang lebih terdefinisi.

Objek dan Strategi dalam Kajian Budaya

Bab ini juga membahas bagaimana objek kajian budaya mempengaruhi metode yang digunakan. Tiga pendekatan utama dalam mendefinisikan objek kajian budaya yang dijelaskan dalam bab ini adalah:

  1. Budaya sebagai “way of life” dari kelompok sosial – Pandangan ini merujuk pada pemikiran Raymond Williams yang melihat budaya sebagai bagian integral dari kehidupan sosial. Studi-studi dalam pendekatan ini sering menggunakan metode etnografi dan sejarah sosial.
  2. Formasi budaya sebagai keseluruhan – Dalam pendekatan ini, budaya dipahami sebagai struktur yang lebih luas, melibatkan interaksi antara institusi, praktik, dan ideologi. Metode yang digunakan dalam pendekatan ini meliputi analisis wacana dan teori sistem sosial.
  3. Kritik terhadap konsep budaya itu sendiri – Pendekatan ini banyak dipengaruhi oleh poststrukturalisme yang mempertanyakan batasan-batasan budaya dan bagaimana makna budaya dikonstruksi melalui bahasa dan kekuasaan. Pendekatan ini sering menggunakan metode semiotik dan dekonstruksi.

Para penulis berargumen bahwa ketiga pendekatan ini tidak bisa berdiri sendiri, melainkan harus dikombinasikan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai budaya.

Sirkuit Budaya: Kajian Budaya Bertemu dengan Hermeneutika

Konsep utama dalam bab ini adalah “sirkuit budaya,” yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana berbagai metode memiliki objek dan tujuan yang berbeda tetapi tetap saling berkaitan. Pendekatan ini dipengaruhi oleh filsafat hermeneutika yang menekankan interpretasi sebagai proses yang terus-menerus dan tidak terputus. Dengan menggunakan konsep ini, penulis menekankan bahwa metode dalam kajian budaya tidak hanya harus beragam, tetapi juga harus dikombinasikan agar dapat menangkap kompleksitas fenomena budaya secara lebih mendalam.

Misalnya, ketika mengkaji sebuah teks budaya seperti film atau acara televisi, analisis wacana saja tidak cukup. Diperlukan pendekatan ekonomi politik untuk memahami bagaimana produksi media dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi dan kekuasaan. Demikian pula, analisis resepsi audiens membantu menjelaskan bagaimana teks tersebut dikonsumsi dan dimaknai oleh masyarakat.

Kesimpulan: Kombinasi Metode dalam Kajian Budaya

Bab ini ditutup dengan refleksi tentang perlunya pendekatan kombinatif dalam kajian budaya. Para penulis berargumen bahwa tidak ada satu metode pun yang dapat sepenuhnya menjelaskan fenomena budaya secara mandiri. Oleh karena itu, dialog antara berbagai metode dan disiplin ilmu menjadi sangat penting.

Selain itu, bab ini menekankan bahwa metode yang digunakan dalam kajian budaya harus terus berkembang sesuai dengan perubahan sosial dan budaya. Dalam konteks ini, pendekatan metodologi yang fleksibel dan reflektif menjadi kunci untuk memahami budaya secara lebih dinamis.

Secara keseluruhan, Bab 2 dari The Practice of Cultural Studies memberikan wawasan yang mendalam tentang tantangan dan peluang dalam penggunaan metode dalam kajian budaya. Dengan menekankan kombinasi metode, bab ini menawarkan pendekatan yang lebih inklusif dan holistik dalam memahami budaya sebagai fenomena sosial yang kompleks. Buku ini sangat relevan bagi akademisi dan peneliti yang ingin menggali lebih dalam tentang metodologi dalam studi budaya, terutama dalam menghadapi tantangan metodologis di era globalisasi dan digitalisasi.

Kelebihan dan Kekurangan Buku

Kelebihan: Menurut penulis buku ini memberikan perspektif metodologis yang luas dan kaya akan referensi akademik, sehingga cocok untuk peneliti yang ingin memahami pendekatan multidisipliner dalam studi budaya. Selain itu, buku ini menawarkan kombinasi teori dan praktik, menjadikannya lebih aplikatif bagi mahasiswa dan akademisi.

Kekurangan:

Penulis berargumen bahwa buku ini menawarkan berbagai kombinasi metode, beberapa bagian masih terasa abstrak dan sulit diimplementasikan dalam penelitian praktis. Selain itu, diskusi mengenai metodologi dapat terasa terlalu teoritis bagi pembaca yang mencari panduan langsung dalam penerapan metode penelitian budaya (SF)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *