Media Sosial dan Budaya Indonesia: Antara Modernisasi dan Ancaman Terhadap Tradisi

Sumber:Pexels

Dalam beberapa tahun terakhir, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Dari kota-kota besar hingga desa terpencil, internet dan berbagai platform digital seperti Instagram, TikTok, serta YouTube telah mengubah cara masyarakat berinteraksi, mengekspresikan diri, dan bahkan melestarikan budaya. Namun, di balik pesatnya perkembangan ini, muncul pertanyaan besar: Apakah media sosial benar-benar memperkaya budaya Indonesia, atau justru menjadi ancaman terhadap warisan tradisional yang telah diwariskan turun-temurun?

Sebagai pegiat dalam bidang media dan budaya saya melihat bagaimana media sosial memberikan ruang bagi generasi muda untuk menampilkan identitas budaya mereka dengan cara yang lebih kreatif dan dinamis. Berbagai konten digital yang menampilkan tarian tradisional, kuliner khas daerah, hingga cerita rakyat yang diadaptasi dalam format digital membuktikan bahwa teknologi dapat menjadi alat yang ampuh untuk melestarikan budaya. Kampanye digital yang membangkitkan kembali kesadaran akan bahasa daerah, seni tradisional, dan sejarah lokal adalah contoh nyata bagaimana media sosial bisa menjadi katalis positif dalam menjaga identitas budaya bangsa​

Namun, di sisi lain, ada kenyataan pahit yang tak bisa diabaikan. Budaya digital yang berkembang pesat juga membawa tantangan besar terhadap kelangsungan nilai-nilai tradisional. Seiring dengan meningkatnya individualisme yang dipromosikan oleh interaksi virtual, nilai gotong royong dan kebersamaan yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia perlahan mulai luntur. Kini, banyak interaksi sosial yang lebih banyak terjadi di ruang digital daripada dalam kehidupan nyata, membuat masyarakat semakin terisolasi secara fisik dan lebih bergantung pada validasi digital​

Selain itu, kesenjangan digital semakin memperparah perbedaan antara mereka yang dapat mengakses dan memanfaatkan media sosial dengan baik dan mereka yang tertinggal dalam arus modernisasi ini. Generasi yang lebih tua, misalnya, sering kali kesulitan beradaptasi dengan teknologi baru, sehingga suara mereka semakin jarang terdengar dalam diskusi budaya yang kini didominasi oleh generasi muda. Demikian pula, masyarakat di daerah pedesaan yang masih terbatas akses internetnya cenderung tertinggal dalam narasi budaya digital yang sedang berkembang​

Yang lebih mengkhawatirkan adalah maraknya misinformasi dan ujaran kebencian yang dengan mudah menyebar di media sosial. Hoaks yang menyangkut sejarah, budaya, dan identitas bangsa sering kali menciptakan polarisasi sosial yang tajam, memperburuk perpecahan antar kelompok masyarakat. Jika tidak diatasi dengan baik, tren ini bisa menggerus persatuan bangsa yang selama ini dijaga dengan semangat kebersamaan​

Maka, apa yang bisa dilakukan? Sebagai seorang pegiat media dan budaya saya mengamati fenomena ini, saya berpendapat bahwa keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian budaya harus dijaga dengan baik. Literasi digital menjadi kunci utama dalam menghadapi tantangan ini. Masyarakat harus didorong untuk lebih kritis dalam menyaring informasi, sekaligus memanfaatkan media sosial secara positif untuk memperkuat identitas budaya mereka. Pemerintah dan lembaga pendidikan juga harus memainkan peran lebih aktif dalam menciptakan kebijakan yang mendukung integrasi antara teknologi dan budaya lokal.

Pada akhirnya, media sosial adalah alat. Ia bisa digunakan untuk melestarikan budaya atau justru menghancurkannya, tergantung pada bagaimana kita menggunakannya. Jika dikelola dengan bijak, teknologi ini bisa menjadi jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa depan budaya Indonesia, bukan menjadi alat yang menghapus akar-akar tradisional yang telah tertanam selama berabad-abad. Namun, jika kita membiarkan tren ini berkembang tanpa kontrol dan kesadaran akan nilai-nilai budaya yang harus dijaga, bukan tidak mungkin media sosial justru akan menjadi salah satu faktor terbesar dalam erosi budaya Indonesia di masa mendatang. (SF)

*Dikutip dari berbagai sumber

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *